Kamis, 29 September 2011

ia datang bak bidadari anggun, dengan senyuman penuh pesona tawarkan seggenggam asa
ia ulurkan berjuta harapan pada ku dan bunga-bunga serta kalungkan mimpi mimpi indah di siang malamku
seiring berjalannya waktu ia biaskan rasa iba menjadi rasa sayang yang tulus dan berbunga indah

namun ketika ku akan ikatkan ia pada janur indah sebuah kebahagian, ia utarakan kejujuran yang tak terlihat semu, kenyataanpun terasa nan memilukan, seketika itu ia tikamkan pisau kebohongan yang mulai memudar dan ia harapkan senyuman disetiap kesakitanku, sedang ia tau air mata tak henti menetes membanjiri palung hati yang semakin terkikis oleh sesal yang tak terbendung

kucoba bersandar di tiang keikhlasan yang rapuh, ia biarkan lilin kehidupan membesar dan membakar payung ketegaran, dengan senyun pilu ia beranjak, ia coba rangkai kembali janur kehidupannya dan ia kan lengkungkan janur baru itu bersama ksatria hidupnya

kehancuran kisah ini adalah buah dar ketidak tegasan diriku yang selama ini menjerat jiwa dan keberanian ku, kebodohanlah yang membuatku harus kehilangan malaikat hati yang selama ini memanjakanku dengan nyanyian indah lantunkan kesejukan di hati, aku lah yang memberikan ia pisau kenaifan, dan ku biarkan ia bermain dengan ketajamannya

kini harus ku relakan ia, ialah hal terindah yang pernah aku temui, ia buatku merasakan apa yang belum pernah ku rasa, ia buatku melihat keindahan yang dahulu nampak pudar, ia perdengarkan tutur kata indah yang sebelumnya terdengar samar, ia telah tuangkan suka duka dikekosongan hatiku


kata maaf yang kan selalu terucap dariku untuknya, hanya terimakasih yang bisa kuucapkan untuknya, dan sesal atas kemunafikan ku yang kini membelenngu di hatiku, kini hanya kenangan indah bersamanyalah yang kan selimuti ku di dinginnya kesepian, dan bayang senyumnya kan hadir disetiap kedipan mataku yang kan sejukanku di gersangnya kehidupan, gerak langkahnya kan selalu terbayang di setiap gelap malamku yang mampu hapuskan dahaga kerinduanku padanya,


Maaf dan Terima kasih Lia, Caissa ( Mulyati )

Senin, 31 Januari 2011

where am i

duduk tertegun, meratap sunyi tertunduk malu
lamunan hampa, ilham yang kekeringan terhujani sepi

coba tuk berdiri, sapaan yang kosong
tutup keberanian, tuk tegur alam sekitar

dimana aku?, tanya hati sesakan dada
kebingungan hampiri pikiran
tatapan kosong selalau kudapati

pandangan entah ku menatap
tak ada harapan dan asa semangati hari ku

Minggu, 30 Januari 2011

I am not I was

Langkah langkah yang tertatih, ucap yang tak selaras dengan hati
Pikiran pun berbelok, jiwa terkurung asa, hitam selimuti raga

mulut terkunci mengkabut mata
berjalan tak bertapak, jejak yang hilang,
jeritan sunyi tangisi tawa seakan tak pernah ada hari esok
menutup masa lampau

berlari di tempat ku berdiri,
anggukan kepala tergoreslah kerutan kening dalam batin

kesunyian melilit dan membaur bersama ramainya sorak sorai kehidupan

dan tegur sapa sanak saudara bangunkan jiwamu,
senyum pun membisu sadarkan bahwa Aku bukan diriku